Mengendalikan Opini Publik

Mengendalikan opini publik itu tidak semudah membalik telapak tangan, begitu juga untuk membentuknya. Pernah seorang klien studio desain saya bertanya, “Bagaimana cara mengendalikan opini publik?“. Yah, setiap orang memiliki masalah yang berbeda-beda, dan terkadang karena opini publik lah kita merasa tidak nyaman, atau bahkan merasa terancam.

Meskipun pada umumnya persoalan terbentuknya opini publik, berkaitan erat dengan persoalan politik dan hukum, namun saya lebih baik tidak membahas tentang itu, karena itu bukan keahlian saya. Maka lebih baik saya membahas yang berkaitan dengan brand dan pemasaran, karena itu berkaitan erat dengan profesi saya hingga saat ini.

Mengendalikan opini publik itu butuh biaya yang tidak sedikit, karena ini menyangkut soal strategi, taktik dan eksekusi, hingga pengumpulan data yang begitu banyak.

Percayalah, membentuk opini publik itu jauh lebih mudah daripada pengendaliannya. Bagaimana bisa? Karena ketika opini itu sudah terbentuk, maka boleh dibilang akan menjadi tidak terkendali, karena setiap mulut bisa menambah atau bahkan mengurangi informasi awal yang diterima. Dari setiap mulut, ada begitu banyak telinga yang mendengar, mata yang membaca, dan itu bersifat viral, seperti virus.

Samsung, adalah salah satu produsen smartphone berbasis sistem operasi Android yang memimpin pasar, dan bahkan boleh dibilang menguasai pasar. Samsung akan melakukan segala cara, untuk membentuk opini publik yang bersifat positif, tentang produk-produk yang mereka pasarkan. Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena menurut pendapat saya, opini publik jauh lebih kuat dari sebuah iklan yang tayang di televisi, dan media lainnya. Dan jauh sebelum Samsung menguasai pasar, Apple adalah pemimpinnya, melalui iPhone. Maka, Apple yang dalam posisi terancam.

Apple tidak akan tinggal diam, menghadapi gempuran produk-produk dari Samsung. Entah sudah berapa banyak gugatan pelanggaran hak cipta, dan sejenisnya, yang diajukan oleh Apple kepada Samsung melalui pengadilan. Tujuan dari gugatan itu, selain soal pelanggaran hukum, bisa jadi untuk membentuk opini publik, jika Samsung hanya pengekor trend saja, melalui pelanggaran yang dilakukan oleh mereka.

Jika pengadilan memutuskan Samsung tidak boleh menjual sejumlah produknya di suatu wilayah atau bahkan negara, maka itu akan sangat merugikan mereka, karena tidak mencapai target penjualan. Dan pada saat itulah Apple menjadi salah satu kandidat yang kuat untuk dipilih oleh para pengguna smartphone.

Mungkin Apple juga membayar begitu banyak pihak yang memiliki pengaruh, dan membantu untuk mempengaruhi publik, dalam membentuk opini tersebut. Dan begitu pula Samsung, yang telah terbukti melakukan pelanggaran hukum di Taiwan, dengan membentuk opini publik yang buruk tentang produk-produk HTC.

Terkadang publik tidak sadar jika mereka menjadi “korban kepentingan” merek-merek besar tersebut, sehingga mereka begitu mudahnya percaya dengan informasi-informasi yang mereka terima. Belum lagi jika semuanya itu didukung dengan publikasi berita oleh media elektronik, cetak ataupun online, secara besar-besaran, dan terus-menerus.

Lantas bagaimana cara mengendalikan opini publik yang sudah terlanjur terbentuk? Saya berikan contoh nyata. Opini publik terhadap mantan presiden Soeharto, hingga saat ini terbagi menjadi banyak, mulai dari koruptor, diktaktor, hingga bapak pembangunan (bagi mereka yang menghargai Soeharto). Bagaimana cara membuat publik merubah opininya tentang hal-hal negatif tersebut ? Itu tidak mudah, karena opini tersebut sudah bersifat chaos, tidak terkendali.

Lebih buruk lagi, jika publik sudah sangat mempercayai informasi yang mereka terima, maka akan semakin sulit untuk mengubah keyakinan tersebut dalam waktu singkat. Itu membutuhkan biaya yang sangat besar, entah berapa nominalnya.