Zaman Batu Di Era Modern

Hal yang baik dikatakan buruk, sedangkan yang hal buruk justru dikatakan baik. Niat baik mengingatkan tentang jalan yang lurus dan baik, malah dibalas dengan sindiran atau bahkan ejekan.

pa·le·o·li·ti·kum /paléolitikum/ n Geo zaman purba yg berlangsung dr 750.000 tahun sampai 15.000 tahun yg lalu, ditandai oleh pemakaian alat-alat serpih; zaman batu tua.

Menurut pendapat saya, apabila kita tidak setuju dengan hal-hal yang baik tersebut, maksimal berikanlah sanggahan, tentunya dengan cara-cara yang baik. Analoginya, jika sampeyan tidak mau diberi pertolongan, maka tolaklah dengan tutur kata yang baik, dan bukan dengan sindiran, umpatan atau bahkan ejekan.

Paleolitikum, zaman batu tua.
Ilustrasi zaman batu.

Tapi kenyataan yang seringkali saya jumpai di media sosial justru sebaliknya, karena seringkali saya melihat netizen yang membalas dengan sindiran, ejekan atau bahkan umpatan, apabila tidak setuju dengan suatu  hal ataupun nasihat yang baik.

Bukankah yang membedakan zaman batu dengan era modern adalah peradaban itu sendiri? Lantas kenapa adab semakin jarang dijumpai, khususnya di media sosial? Bukankah media sosial merupakan produk dari peradaban? Paradoks kan?

Media sosial memang sangat memudahkan setiap penggunanya, termasuk saya dan juga sampeyan untuk anonim, tanpa identitas yang jelas. Boleh jadi dikesehariannya seseorang pengguna merupakan pribadi yang baik dan beradab. Namun apabila dia menyentuh media sosial, keadaban itu tidak digunakan lagi.

adab n kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak: ayahnya terkenal sbg orang yg tinggi — nya;

Kalau seseorang pengguna memilih menjadi anonim, dan berlaku tidak beradab di media sosial, meskipun itu salah tapi masih bisa dimaklumi, sebab dia takut mendapatkan citra yang buruk atau mungkin takut berurusan dengan hukum, akibat dari perilakunya itu, apabila menggunakan akun yang tidak anonim.

Namun apabila seseorang pengguna memilih tidak menjadi anonim, dan kemudian berlaku tidak beradab di media sosial, itu patut dipertanyakan. Kenapa manusia dari zaman batu kok berada di zaman modern, hehehe. Mungkin kita harus melaporkan pengguna tersebut ke Pusat Arkeologi Nasional. 😀

Tidak ada yang salah dengan sindiran, tentu saja apabila masih dalam batas-batas kewajaran. Dan hanya manusia-manusia yang beradab, yang memahami batas-batas kewajaran itu. Seperti halnya saya, yang menyindir para pengguna dari zaman batu melalui artikel ini. Tentu dengan niat yang baik.

Pernah saya membaca sebuah komentar di Facebook, yang mengejek perilaku buruk dari seorang pemakai hijab. Kira-kira ejekannya begini, “Percuma saja kamu berhijab kalau perilakumu buruk!“.

Kalau si pengejek tersebut adalah non-muslim, tentu ejekan tersebut masih bisa saya maklumi, karena si pengejek tidak mengerti tentang kewajiban memakai hijab bagi seorang muslimah. Namun masalahnya adalah, si pengejek tersebut adalah seorang muslim, yang seharusnya mengerti tentang hal itu.

Bagi seorang muslimah, hijab adalah suatu hal yang wajib. Karena definisi aurat bagi seorang muslimah, berbeda dengan non-muslimah.

Analoginya, bagi suatu kelompok suku dipedalaman, definisi aurat hanyalah sebatas alat kelamin. Maka setiap orang didalam suku tersebut hanya berkewajiban menutup alat kelamin masing-masing, dengan selembar daun.

Sedangkan bagi masyarakat di perkotaan ataupun di pedesaan, yang sudah sangat mengenal tentang hal-hal yang berkaitan dengan peradaban, definisi aurat adalah mulai dari lutut, pundak hingga leher. Kemudian pada suatu waktu seseorang dari perkotaan berperilaku buruk, dan perilaku buruk itu disaksikan oleh seseorang dari kelompok suku pedalaman.

Dan orang dari pedalaman tersebut mengejek orang dari perkotaan, “Percuma saja kamu memakai baju, kalau perilakumu buruk!“. Tentu saja kita sebagai masyarakat perkotaan menilai bahwa tidak ada kaitannya antara baju dengan perilaku, bukan? Begitu pula antara hijab dengan perilaku, tidak ada kaitannya.

Terkadang kita tidak menyadari, maksud hati ingin terlihat toleran, dengan mengritik seseorang yang kita nilai tidak toleran, namun ternyata justru kita yang terlihat tidak toleran. Ya, sesekali salah itu manusiawi, karena hanya seseorang yang maksum dan robot yang tidak pernah salah. 🙂

Apalagi waktu Pilpres pada beberapa bulan yang lalu, seringkali saya mengelus dada karena begitu banyak perilaku yang sangat tidak beradab, khususnya di media sosial. Saling sindir, ejek dan umpat yang sudah melebihi batas-batas kewajaran. Awalnya saya kira perilaku tersebut akan berhenti seusai Pilpres, namun kenyataannya tidak. Apakah mereka tergolong manusia dari zaman batu? Apabila sampeyan menjumpai perilaku semacam itu, laporkan saja ke Pusat Arkeologi Nasional. 😀

Singkatnya, kalau saya dan sampeyan merasa bagian dari peradaban modern, maka berperilakulah seperti manusia dari era modern. Bukan berperilaku seperti manusia dari zaman batu, yang sangat primitif.

Selamat pagi dari Surabaya, apakah sampeyan tergolong penggemar bebatuan? Kok sepertinya bebatuan digemari banyak orang ya?