Jejaring Sosial Bukan Untuk Anak-anak

Sebelumnya saya mohon maaf kepada teman-teman yang kebetulan memfasilitasi anak-anaknya dengan smartphone ataupun tablet pc. Perlu saya sampaikan bahwa jejaring sosial bukan untuk anak-anak.

Anak-anak Dan Perangkat Bergerak

Hampir setiap hari tentu kita sangat mudah menjumpai anak-anak yang difasilitasi oleh orang tuanya dengan smartphone ataupun tablet pc. Kadang ada juga orang tua yang pada awalnya sengaja tidak memfasilitasi si anak dengan perangkat tersebut, akan tetapi ketika si anak melihat teman-temannya dan saudaranya menggunakan smartphone, dan melihat jika si anak ingin memiliki perangkat tersebut, akhirnya sang orang tua terpaksa membelikan anaknya smartphone.

Jejaring sosial bukan untuk anak-anak dan remaja
Ilustrasi foto dari Unsplash.

Ya orang tua mana sih yang tega melihat anaknya sedih karena ingin punya seperti milik temannya atau saudaranya? Tentu saja hampir semua orang tua pasti tidak akan tega jika melihat anakknya seperti itu. Kecuali kalau sampeyan belum pernah menjadi orang tua, tentu sulit memahami bagaimana rasanya.

Setiap anak yang telah difasilitasi smartphone ataupun tablet pc oleh orang tuanya, apalagi juga diberikan layanan internet berlangganan, sebaiknya kita sebagai orang tua harus membatasi aplikasi apa saja yang boleh diakses oleh anak, misalnya saja dengan mengunci beberapa aplikasi dengan password. Dan password itu harus kita saja yang tahu. Misalnya aplikasi media sosial.

Mungkin sampeyan beralasan, ah anak saya tidak difasilitasi koneksi internet kok, jadi menurut saya tidak ada masalah. Eh jangan salah, yang namanya anak pasti punya rasa penasaran, apalagi jika mereka bergaul dengan teman-temannya, tentu cepat atau lambat mereka pasti mengetahui caranya supaya bisa menggunakan internet tanpa harus berlangganan layanan internet. Misalnya menggunakan free wifi. Dan kita tidak pernah tahu apa yang mereka akses.

Dengan membiarkan anak mengakses internet, tanpa didampingi oleh orang tua, itu sama halnya kita melepas anak kita disebuah tempat yang tidak jelas itu bisa membahayakan mereka atau tidak, dan tanpa kita dampingi.

Ancaman Konten Berbahaya Bagi Anak-anak

Sering saya melihat anak TK yang mengakses situs YouTube, tanpa didampingi oleh orang tuanya. Ketika saya bertanya kepada orang tua dari anak tersebut, kenapa mereka terkesan membebaskan si anak, orang tuanya menjawab bahwa anak mereka hanya memutar video kartun dan lagu anak-anak saja.

Perlu sampeyan ketahui bahwa di situs YouTube ada begitu banyak konten untuk orang dewasa, karena YouTube memang tidak rancang untuk anak-anak. Bisa jadi video *** akan muncul sebagai video yang disarankan untuk ditonton selanjutnya. Anak-anak mana tahu itu berbahaya bagi mereka atau tidak, tentu tidak menutup kemungkinan mereka akan menonton video “berbahaya” tersebut.

Bisa jadi mereka justru mendapatkan informasi dari kawannya bahwa di YouTube ada video “asyik”, dan mereka bisa mengaksesnya jika mengetik ini – itu.

Mungkin sampeyan menganggap enteng jika konten untuk orang dewasa di situs YouTube pasti tidak banyak. Jangan salah, video-video “berbahaya” seperti itu jumlahnya lebih dari ratusan ribu video, ada video yang berdurasi pendek dan ada durasi yang panjang. Video yang saya maksud adalah video adegan s*ks.

Media sosial tidak untuk anak-anak
Situs YouTube.

Baiklah, jika YouTube tidak aman maka bagaimana dengan Facebook dan Twitter? Sama saja, di seluruh jejaring sosial juga ada begitu banyak konten untuk kita orang dewasa, dan sudah pasti sampeyan akan sangat terpukul jika mengetahui anak kita melihat foto ataupun video yang berbahaya tersebut.

Tentu sampeyan pernah melihat akun milik teman di Facebook yang menyebarkan video “aneh-aneh” kan? Ada yang bilang bahwa akunnya di bobol, dll. Si pemilik akun mungkin tidak menyadari jika akun mereka telah memposting ataupun share konten-konten terlarang. Tapi sampeyan melihatnya kan? Sekarang bagaimana jika yang melihat konten-konten p***ografi tersebut anak sampeyan?

Ah jangankan Facebook, di Twitter pun tidak kalah banyak kok. Bahkan pernah saya memprotes Twitter lantaran di lini masa saya muncul iklan “terlarang”, yang isinya mengajak saya supaya mengunjungi situs tersebut. Sekarang bagaimana jika yang melihat iklan p***ografi tersebut anak sampeyan?

Mungkin sampeyan beralasan, ya sudah saya larang mereka menggunakan media sosial. Biar mereka menginstal dan memainkan aplikasi permainan saja.

Tidak hanya di YouTube, Facebook, Twitter dan situs media sosial yang lainnya, di Google Play pun ada begitu banyak aplikasi permainan yang dirancang untuk orang dewasa, dan jumlahnya tidak sedikit melainkan sangat banyak. Bahkan saya cukup sering menemukan aplikasi permainan yang berbau s*ks. Siapa saja bisa bisa bebas menggunduh aplikasi permainan tersebut, termasuk anak-anak.

Tentu sampeyan sudah cukup sering membaca dan menonton begitu banyak berita tentang tindak kriminal yang berawal dari media sosial, misalnya berita tentang pelecehan se**ual terhadap anak. Ada begitu banyak pelaku kejahatan yang memiliki akun-akun di media sosial. Salah satu dari mereka bisa saja follow anak sampeyan dan request pertemanan kepada anak sampeyan.

Batasan Usia Untuk Menjadi Pengguna Media Sosial

Sebenarnya Facebook telah melarang anak dibawah usia 13 tahun untuk menjadi pengguna jejaring sosial tersebut, tetapi memang tidak semua orang mau membaca informasi penting tersebut. Dan tidak hanya Facebook, Twitter pun juga melarang anak-anak dibawah usia 13 tahun untuk menjadi pengguna layanan mereka. Silahkan sampeyan baca privacy policy pada bagian Our Policy Towards Children. Disitu disampaikan dengan jelas himbauan tersebut.

Tapi karena kita terbiasa melihat anak dibawah usia 13 tahun sudah memiliki dan menggunakan layanan dari jejaring sosial tersebut, akhirnya kita menganggap hal itu sangat wajar dan diperbolehkan. Padahal tidak.

Konten internet positif untuk anak-anak dan remaja
Situs pertemanan Facebook.

Mungkin ada kalanya kita lupa, setelah kita tidak memfasilitasi anak-anak dengan perangkat smartphone ataupun tablet pc, tapi membebaskan mereka mengakses internet melalui laptop ataupun pc. Ya ndak ada bedanya, justru malah lebih bebas, lebih lapang melihat konten-konten yang terlarang.

Apalagi saat ini sudah cukup banyak rumah yang memiliki smart tv, dan artinya itu kita bisa juga mengakses internet melalui televisi, termasuk anak-anak.

Dampingi, Jelaskan Dan Perhatikan Anak-anak

Cara yang terbaik setidaknya untuk saat ini adalah dengan mendampingi mereka, dan menjelaskan kepada mereka kenapa tidak boleh mengakses ini itu. Jangan kita melarang tanpa alasan, karena justru itu membuat mereka penasaran.

Bahkan untuk remaja yang sudah berhak memiliki akun media sosial pun, perlu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Jadi buat sampeyan para orang tua, waspadalah, pelajari dan pahami media sosial, karena ini menyangkut masa depan anak-anak kita. Silahkan share artikel ini biar banyak orang tua yang mengetahui bahwa jejaring sosial bukan untuk anak-anak.

Saat ini sebenarnya sudah banyak jejaring sosial untuk anak-anak, bahkan saya pernah baca jika Google sudah meluncurkan layanan YouTube for kids. Tapi tetap saja, anak perlu terus mendapatkan perhatian dari orang tuanya, meskipun kita sudah merasa mereka sudah aman.

Terima kasih dan selamat pagi untuk sampeyan yang sudah membaca artikel ini. Apakah sampeyan punya solusi dan saran yang lebih baik? Monggo berbagi melalui komentar di bawah ini.