2 Larangan Di Media Sosial

Jika anda mengikuti berita tentang Florence Sihombing, hingga berita tentang akun Twitter @kemalsept (kini akunnya dihapus oleh sang pemilik akun), tentu seharusnya persoalan itu bisa menjadi pelajaran berharga, bagi setiap pengguna media sosial.

Hal terpenting yang harus selalu anda ingat, apabila media sosial adalah ruang publik, maka bertingkah lakulah sebagaimana kita diruang publik.

Media Sosial adalah ruang publik
Ilustrasi.

Kata-kata kasar, menyindir, bahkan hingga menghina tentu sering kita jumpai, terutama menjelang dan paska Pilpres 2014. Dan memang tidak bisa dipungkiri, apabila kegiatan akbar itu melibatkan emosi publik, mulai dari remaja hingga orang dewasa.

Media sosial adalah ruang publik, meskipun akun yang anda gunakan adalah “hak milik pribadi”. Meskipun anda memposting sesuatu di Facebook dari atas kasur, WC, ataupun ruang kerja pribadi, ada teman-teman yang membacanya, melihatnya. Meskipun anda ngetweet sesuatu di Twitter dari sofa ruang tamu, ruang keluarga, ataupun dari atap rumah, tetap saja ada banyak follower yang membacanya, melihatnya.

Mungkin saja ada beberapa orang teman ataupun follower yang tidak suka dengan diri anda, sedangkan anda tidak pernah menyadarinya.

Maka, apabila kita menganggap media sosial adalah ruang privat, maka itu adalah awal dari malapetaka, yang bisa menyeret kita keberbagai persoalan sosial; dibully banyak orang, dipecat dari tempat kerja, dikeluarkan dari sekolah, bahkan hingga ke persoalan hukum pidana, yaitu diancam dengan UU-ITE pasal 27 tentang pencemaran nama baik. Dan jika sudah menyentuh ranah hukum, maka persoalan itu akan menjadi semakin viral, diberitakan di televisi, media cetak, radio, berita online, hingga menjadi perbincangan di berbagai media sosial.

Jika Marah, Jauhi Media Sosial

Mengungkapkan sesuatu hal disaat kita jengkel, marah ataupun sedih, terkadang cukup membantu meredakan perasaan itu dan lebih terasa lega. Yah, hampir semua orang sama, termasuk saya. Akan tetapi, disaat anda marah, jengkel, sebaiknya jauhi media sosial, karena pada saat itulah kita kehilangan akal sehat.

Bisa anda bayangkan, apabila status dan tweet tentang kemarahan tersebut, di screenshot atau di capture oleh seseorang, yang kemudian disebarkan keberbagai media sosial, maka bisa menjadi persoalan yang sangat serius, topik hangat berita nasional (misalnya: kasus Florence Sihombing).

Ketika hal itu sudah menjadi topik utama berita nasional, baik di televisi, media cetak, radio hingga berita online, maka persoalan tersebut akan menjadi semakin viral, dan susah untuk dihentikan, meskipun anda berulang kali menulis permintaan maaf.

Jika Menyangkut Privasi, Jangan Dipublikasikan

Media sosial adalah ruang publik, dan kita harus selalu mengingat hal itu. Terkadang kita tidak sadar memposting ataupun tweeting, hal-hal tentang diri kita ataupun orang lain, yang sebenarnya termasuk privasi. Masih ingat berita tentang Yenni Kwok?

Mungkin anda tidak ada maksud jahat, namun bisa jadi ada seseorang yang merasa dirugikan, lantaran postingan ataupun tweet anda. Dan sekali lagi, coba bayangkan bagaimana jika hal yang anda lakukan itu menjadi isu nasional? Tentu saja tidak ada seorangpun yang menginginkan hal itu terjadi pada dirinya.

Seringkali saya menjumpai, teman-teman yang memposting foto-foto di Instagram, Facebook, Path, hingga Twitter, yang tanpa mereka sadari apabila foto-foto tersebut seharusnya masuk ke ruang privat, bukan untuk konsumsi publik. Bagaimana jika ada seseorang yang berniat jahat, setelah melihat foto-foto, tweet dan status yang anda publikasikan tersebut ? Misalnya: anda publikasi status, “Yes! Akhirnya liburan sekeluarga”. Dan sementara itu, seseorang diluar sana mengetahui apabila rumah anda dalam kondisi kosong. Pikir dua kali sebelum memposting.

Selamat pagi dari Surabaya, pagi ini sampeyan mau sarapan apa?