Perilaku Konsumen Di Setiap Kota

Artikel tentang perilaku konsumen di setiap kota ini bukan berdasarkan dari asumsi, atau bahkan berasal dari buku setebal lemak diperut, melainkan berdasarkan dari pengakuan sejumlah dealer di sejumlah kota, dari beberapa brand di negeri ini.

Saya sempat berdiskusi dengan mereka, para dealer yang aku maksud. Ketertarikanku mengenai perilaku konsumen di setiap kota, sebenarnya sudah terpendam sejak lama, namun ternyata aku baru bisa mendapatkan kesempatan itu, beberapa waktu yang lalu. Dan jika kita pernah berpikir, kenapa peningkatan penjualan di setiap kota itu berbeda-beda, maka bisa jadi perbedaan perilaku konsumen inilah, yang menjadi salah satu penyebabnya.

Sudah pasti saya tidak akan menulis semua informasi yang saya dapatkan, karena ada nilainya tersendiri, hehehe, jadi mohon maaf kalau mengecewakan. Akan tetapi, melalui artikel ini, saya akan berbagi informasi di satu wilayah saja, yang boleh dibilang cukup unik.

Di Bali secara umum, perilaku konsumennya terbagi menjadi dua, yaitu quality oriented dan value oriented. Konsumen yang quality oriented, pada umumnya adalah para penduduk asli Bali, dan expatriate atau expat. Mereka telah berbaur sejak lama, selama puluhan tahun, maka dipastikan telah ada persilangan budaya. Sedangkan, para konsumen yang value oriented, pada umumnya adalah para pendatang, yang sengaja menetap di Bali untuk kepentingan bisnis.

Jika kita memasarkan suatu produk ataupun jasa, dengan komunikasi pemasaran yang value oriented, maka kita akan kesulitan untuk sepenuhnya menguasai pasar di pulau dewata itu, karena penduduk lokal dan para expat tidak terbidik dengan baik. Apalagi jika kita berkomunikasi secara price oriented, maka bisa dipastikan hanya mendapatkan impact yang sangat minimum. Jika mau impact yang maksimal, jangan diambil jangan tengahnya, gunakan dua atau bahkan lebih, mengenai taktik dan strategi komunikasi pemasaran.

Perilaku konsumen akan terus mengalami perubahan, dan hal itu dipicu oleh sejumlah agen-agen perubahan, mulai dari teknologi, sosial-budaya, politik-legislatif, hingga kondisi perekonomian secara umum. Bahkan, itu pun belum termasuk aspek teknografi, firmografi, persaingan bisnis, hingga kebutuhan konsumen yang sesungguhnya.

Lantaran satu agen mengalami perubahan, perilaku konsumen juga akan mengalami perubahan, entah itu bersifat sementara ataupun permanen. Misalnya saja dengan adanya kenaikan harga BBM, tidak menutup kemungkinan akan ada perubahan perilaku dari para konsumen.

Seluruh informasi diatas, itu belum termasuk bahasan tentang perilaku konsumen di era digital, yang lebih suka saya sebut sebagai netizen, yaitu “rakyat dari republik internet”. Yah, mereka memiliki perilaku yang cukup berbeda dari citizen.